Jumat, 30 Januari 2015

bab 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkerasan Jalan
            Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan bagi jalur lalu lintas dan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat utama sebagai berikut :
1.      Syarat berlalu lintas seperti permukaan jalan tidak bergelombang, tidak melendut, tidak berlubang, cukup kaku, dan tidak mengkilap. Selain itu jalan harus dapat menahan gaya gesekan atau keausan terhadap roda-roda kendaraan.
2.      Syarat kekuatan/struktural yang secara keseluruhan perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memikul dan menyebarkan beban lalu lintas yang melintas diatasnya. Selain itu harus kedap air, permukaan mudah mengalirkan air serta mempunyai ketebalan cukup.
2.1.1        Perkerasan Menurut Sifat Bahan Perekat
Perkerasan pada umumnya terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, dimana lapisan paling atas harus lebih baik dan kuat. Menurut sifat bahan perekat yang dipakai perkerasan dapat dibedakan atas :
1.      Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar. Aspal itu sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sifat aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat diatasi/dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang baik dalam proses pelaksanaan.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
2.       Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland cement) sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah dan beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
2.1.2        Susunan Perkerasan Jalan
Susunan perkerasan jalan yang digunakan pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan diatas tanah dasar (sub grade) seperti pada gambar dibawah ini

           
                                                                  A
                                                                  B1
                                                                                                                    C



Gambar 2.1. Susunan perkerasan lentur
Keterangan :
A  = Lapisan Permukaan (surface)                             
B1 = Lapis Pondasi Atas (Base Course)
B2 = Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
C  = Tanah Dasar (Sub Grade)
1.       Lapisan Permukaan (Surface Course)
            Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan yang terletak pada bagian paling atas dari struktur perkerasan lentur. Lapisan permukaan terdiri dari dua lapisan yakni :
a.       Lapisan teratas disebut lapisan penutup (Wearing course)
b.      Lapisan kedua disebut lapisan pengikat (Blinder Course)
            Perbedaan antara lapisan penutup dan lapisan pengikat hanyalah terletak pada komposisi campuran aspalnya, dimana mutu campuran pada lapisan penutup lebih baik daripada lapisan pengikat. Lapisan aspal merupakan lapisan yang tipis tetapi kuat dan bersifat kedap air.


            Adapun fungsi dari lapisan permukaan tersebut adalah :
1.   Sebagai bagian dari perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban-beban roda kendaraan yang melintas diatasnya.
2.   Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.
3.   Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
4.   Sebagai lapisan yang menyebarkan beban kebagian bawah (struktural), sehingga dapat dipikul oleh lapisan yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
                Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
2.       Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
            Lapisan pondasi atas adalah bagian dari perkerasan terletak antara lapisan permukaan dan lapisan pondasi bawah.
            Adapun fungsi dari lapisan pondasi atas adalah :
a.       Sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.
b.      Sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c.       Sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan.

3.       Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
            Lapisan pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisanpondasi atas dan lapisan tanah dasar (sub grade).
            Adapun fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah :
a.       Sebagai bagian dari perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
b.      Untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya, untuk menghemat biaya.
c.       Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi.
d.      Sebagailapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Hal ini berhubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar.
e.       Sebagai lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan pondasi atas.
4.       Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)
            Lapisan tanah dasar adalah merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan jalan.
            Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan tentang tanah dasar adalah :
1.      Perubahan bentuk tetap (deformasi) permanen dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
2.      Sifat mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air yang terkandung didalamnya.
3.      Daya dukung tanah dasar yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah yang berbeda sifat dan kedudukannya atau akibat pelaksanaannya.
4.      Perbedaan penurunan akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tetap.
Kriteria tanah dasar (sub grade) yang perlu dipenuhi adalah :
a)      Kepadatan lapangan tidak boleh kurang dari 95% kepadatan kering maksimum dan 100%  kepadatan kering maksimum untuk 30 cm langsung dibawah lapis perkerasan.
b)      Air Voids setelah pemadatan tidak boleh lebih dari 10% untuk timbunan tanah dasar dan tidak boleh lebih dari 5% untuk lapisan 60cm paling atas.
c)      Pemadatan dilakukan bila kadar air tanah berada dalam rentang kurang 3% sampai lebih dari 1% dari kadar air optimum (AASHTO T99).
2.1.3        Jenis-Jenis Bahan pada Konstruksi Perkerasan
            Karena sifat penyebaran gaya, maka beban yang diterima oleh setiap lapisan berbeda-beda. Semakin kebawah semakin berkurang besarnya, sehingga jenis bahan pada setiap lapisan berbeda-beda pula.
            Jenis bahan pada setiap lapisan perkerasan berbeda-beda, seperti berikut :



1.       Lapisan Permukaan (Surface Course)
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapisan pondasi, hanya susunan butirnya (gradasinya) harus lebih baik serta penambahan bahan pengikat (aspal) agar lapisan dapat bersifat kedap air.
Jenis-jenis bahan pada konstruksi perkerasan untuk lapisan permukaan adalah :
a.       Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :
1)         Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapisan agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2cm.
2)         Burda (Laburan Aspal Dua Lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berturutan dengan tebal padat maksimum 3,5cm.
3)         Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1 – 2 cm.
4)         Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
5)         Latasbum (Lapisan Tipis Asbuton Murni), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1cm.
6)         Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton), dikenal dengan Hot Roll Sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antar agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3cm.
b.      Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda kendaraan antara lain :
1)      Penetrasi macadam (Lapen), merupakan lapisan perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi tabusan aspal dengan agregat penutup.tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 - 10 cm.
2)      Lasbutag, merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,dihampar dan dipadatkan secara dingin.tebal padat tiap lapisnya antara 2 - 3 cm.
3)      Laston (Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.
2.       Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Bahan untuk lapisan pondasi tidak mengharuskan memakai bahan pengikat (aspal) seperti pada lapisan permukaan. 
Jenis-jenis bahan pada konstruksi perkerasan untuk lapisan pondasi atas adalah :

a.       Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :
1)         Batu pecah kelas A
2)         Batu pecah kelas B
3)         Batu pecah kelas C
Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar dari batu pecah kelas C.
b.      Pondasi macadam/batu pecah/Sirtu
c.       Pondasi Telford
d.      Penetrasi macadam (Lapen)
e.       Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treated Base)
f.       Stabilisasi yang terdiri dari :
1)      Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
2)      Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
3)      Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)
3.    Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Bahan untuk lapisan pondasi bawah umumnya hampir sama dengan bahan untuk lapisan pondasi atas.
            Jenis-jenis bahan pada konstruksi perkerasan untuk lapisan bawah adalah :
a.       Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
1)      Sirtu / pitrun kelas A
2)      Sirtu / pitrun kelas B
3)      Sirtu / pitrun kelas C
b.   Stabilisasi yang terdiri dari :
1)      Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
2)      Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
3)      Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization)
4)      Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)
           Pemilihan bahan untuk setiap lapisan perkerasan terutama untuk lapisan permukaan, akan memberikan pengaruh terhadap kegunaan umur rencana perkerasan jalan tersebut, faktor lalu lintas serta pertahapan lapisan konstruksi.
           Dengan demikian akan tercapai manfaat yang sebesar-besarnya dan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan apa yang direncanakan.

2.2     Metode PCI
            Penilaian kondisi kerusakan perkerasan yang dikembangkanoleh U.S. Army Corp of Engineer (Shahin et al., 1976-1984), dinyatakan dalam Indeks Kondisi Perkerasan (Pavement Condition Index, PCI). Penggunaan PCI untuk perkerasan bandara, jalan, dan tempat parkir telah dipakai secara luas di Amerika. Departemen-departemen yang menggunakan prosedur PCI ini misalnya : FAA (Federal Aviation Administration, 1982), Departemen Pertahanan Amerika (U.S. Air Force, 1981; U.S. Army, 1982), Asosiasi Pekerjaan Umum Amerika (American Public Work Association, 1984) dan lain-lain.
            Metode PCI memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saat survey dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa datang. Namun demikian, dengan melakukan survey kondisi secara periodik, informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa datang, selain juga dapat digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.


2.2.1     Indeks Kondisi Permukaan atau PCI (Pavement Condition Index)
            PCI adalah tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan dipermukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya berkisar di antara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI ini didasarkan pada hasil survey kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat kerusakan, dan ukurannya diidentifikasikan saat survey kondisi tersebut. PCI dikembangkan untuk memberikan indeks dari integritas struktur perkerasan dan kondisi operasional permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan, dan apakah kerusakan terkait dengan beban atau iklim.
            Dalam metode PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu :
a.       Tipe kerusakan
b.      Tingkat keparahan kerusakan
c.       Jumlah atau kerapatan kerusakan.
2.2.2        Istilah-istilah dalam Hitungan PCI
Dalam hitungan PCI, maka terdapat istilah-istilah sebagai berikut ini.
a.      Nilai Pengurang (Deduct Value, DV)
Nilai Pengurang (Deduct Value) adalah suatu nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan kerapatan (density) dan tingkat keparahan (severity level) kerusakan. Karena banyaknya kemungkinan kondisi perkerasan, untuk menghasilkan satu indeks yang memperhitungkan ketiga faktor tersebut umumnya menjadi masalah. Untuk mengatasi hal ini, nilai pengurang dipakai sebagai tipe faktor pemberat yang mengindikasikan derajat pengaruh kombinasi tiap-tiap tipe kerusakan, tingkat keparahan kerusakan, dan kerapatannya. Didasarkan pada kelapukan perkerasan, masukan dari pengalaman, hasil uji lapangan dan evaluasi prosedur, serta deskripsi akurat dari tipe-tipe kerusakan, maka tingkat keparahan kerusakan dan nilai pengurang diperoleh, sehingga suatu indeks kerusakan gabungan, PCI dapat ditentukan.
Untuk menentukan PCI dari bagian perkerasan tertentu, maka bagian tersebut dibagi-bagi kedalam unit-unit inspeksi yang disebut unit sampel.
b.      Kerapatan (Density)
Kerapatan adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, bias dalam sq.ft atau , atau dalam feet atau meter. Dengan demikian, kerapatan kerusakan dapat dinyatakan oleh persamaan :
Kerapatan (density) (%) =    x 100
atau
Kerapatan (density) (%) =    x 100
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
Dengan :
Ad   = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat keparahan       kerusakan (sq.ft atau )
As        =  luas total unit sampel (sq.ft atau )
Ld       =  panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat keparahan kerusakan
c.       Nilai pengurang total (Total Deduct Value, TDV)
            Nilai pengurang total atau TDV adalah jumlah total dari nilai pengurang (Deduct Value) pada masing-masing unit sampel.
d.      Nilai pengurang terkoreksi (Corrected Deduct Value, CDV)
            Nilai pengurang terkoreksi atau CDV diperoleh dari kurva hubungan antara nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih kurva yang sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai pengurang tertinggi (Highest Deduct Value, HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individual yang tertinggi.
e.       Nilai PCI
            Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel dihitung dengan menggunakan persamaan :
            PCIs = 100 – CDV
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
dengan :
PCIs    = PCI untuk setiap unit segmen atau unit penelitian
CDV   = CDV dari setiap unit sampel.
            Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan tertentu adalah :
PCIf =
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

dengan,
PCIf    = nilai PCI rata-rata dari seluruh area penelitian.
PCIs    = nilai PCI untuk setiap unit sampel
N         = jumlah unit sampel
f.       Unit Sampel
            Unit sampel adalah bagian atau seksi dari suatu perkerasan yang didefenisikan hanya untuk keperluan pemeriksaan. Berikut ini akan disampaikan cara pembagian dan penentuan unit-unit sampel yang disurvey.
1.      Cara pembagian unit sampel
           Untuk jalan dengan perkerasan aspal (termasuk aspal diatas perkerasan beton) dan jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefenisikan sebagai luasan sekitar 762 ± 305  (2500 ± 1000 sq.ft) (Shahin, 1994). Ukuran unit sampel sebaiknya mendekati nilai rata-rata yang direkomendasikan agar hasilnya akurat.
2.      Penentuan unit sampel yang disurvey
            Menurut Shahin (1994), inspeksi dari setiap unit sampel dalam suatu bagian perkerasan membutuhkan suatu usaha ekstra, khususnya jika bagiannya besar. Derajat pengambilan contoh yang dibutuhkan bergantung pada tingkat penggunaan hasil survey apakah survey dilakukan pada tingkat jaringan jalan (Network-level) ataukah tingkat proyek (project-level).
            Jika tujuannya adalah untuk membuat keputusan tingkat proyek, seperti perencanaan biaya proyek, maka suatu survey dengan jumlah unit sampel terbatas sudah cukup. Tapi, jika tujuannya adalah untuk mengevaluasi bagian perkerasan spesifik pada tingkat proyek, maka derajat penelitian sampel yang lebih tinggi dibutuhkan pada bagian ini.
            Pengelolaan pada tingkat proyek membutuhkan data akurat untuk persiapan proyek perencanaan dan kontrak. Karena itu, dibandingkan dengan pengelolaan tingkat jaringan, unit sampel yang dibutuhkan dalam tingkat proyek lebih banyak.
g.      Klasifikasi Kualitas Perkerasan
Dari nilai (PCI) untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), buruk (poor), sangat buruk (very poor), dan gagal (failed). Adapun besaran Nilai PCI adalah :
Tabel 2.1 Besaran Nilai PCI  

Nilai PCI

Kondisi Jalan
85 – 100
SEMPURNA (excellent)
70 – 84
SANGAT BAIK (very good)
55 – 69
BAIK (good)
40 – 54
SEDANG (fair)
25 – 39
BURUK (poor)
10 – 24
SANGAT BURUK (very poor)
0 – 10
GAGAL (failed)
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)

2.3      Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode Pavement Condition Index (PCI)
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi kerusakan fungsional dan struktural.
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar.
Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat kerusakan perkerasan lentur jalan raya dibedakan menjadi :
2.3.1     Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)
Retak yang saling merangkai membentuk kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi perkerasan yang tidak kuat dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang-ulang. Pada mulanya terjadi retak-retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang menyebabkan retak-retak halus terhubung membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang memiliki sisi tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan menghitung luasan retak.
            Tingkat kerusakan alligator cracking (retak kulit buaya) dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah, dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.
1.      Bentuk dan sifatnya :
a)   Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm saling berangkai.
b)   Membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
c)   Penyebaran setempat atau luas.
d)  Bila dibiarkan akan berkembang menjadi lubang akibat pelepasan butiran.
e)   Meresapkan air.
2.      Faktor penyebab kerusakan :
           Terjadinya kerusakan dimungkinkan oleh pemakaian bahan perkerasan yang kurang baik, karena perubahan lapisan permukaan atau karena lapis pondasi kurang padat saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan air tanah mudah merembes melalui celah/rongga lapisan yang selanjutnya merembes ke tanah dasar.
           Apabila air tanah terkendali, maka pengaruhnya terhadap tanah dasar akan terjadi swelling (pencairan tanah keras yang mulanya masih utuh), sehingga lapisan tidak memiliki kekuatan untuk menahan tekanan beban yang diterima. Akibatnya terjadilah penurunan badan jalan, selanjutnya badan jalan akan mengalami retak-retak halus, maka lama-kelamaan akan berkembang menjadi retak-retak yang menyerupai kulit buaya. Selain itu pula disebabkan oleh drainase yang tidak baik/tidak ada sehingga air yang meluap masuk kebahu jalan akan masuk kebadan jalan menyebabkan konstruksi jalan mengalami penurunan kualitas sehingga mempercepat terjadinya kerusakan badan jalan. Untuk lebih jelasnya kerusakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)
2.3.2     Kegemukan  (Bleeding)
Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket. Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah dengan menghitung luasan kegemukan yang terjadi.
Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan, kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat (high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.
Gambar 2.3. Kegemukan
2.3.3        Retak Blok  (Block Cracking)
Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui arus lalu lintas.
2.3.4        Keriting (Corrugation)
Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan dan juga perbaikan penambalan lubang jika keriting juga disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Untuk menentukan tingkat kerusakan keriting perhatikan tabel berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Keriting
Tingkat Kerusakan

Identifikasi Kerusakan
L
Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.
M
Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan berkendara
H
Keriting mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.4 Keriting

2.3.5        Amblas (Depression)
Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu permukaan lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di sekitarnya, sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak sesuai dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan kedalaman amblas yang terjadi. Lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
L
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in (6 – 13 mm)
M
Kedalaman alur rata-rata 1 – 2 in (25 – 51 mm)
H
Kedalaman amblas >2 in (51 mm)
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.5 Amblas

2.3.6     Retak Pinggir (Edge Cracks)
Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.
Gambar 2.6  Retak Pinggir (Edge Cracks)
2.3.7        Retak Refleksi (Reflection Cracks)
Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal/horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.
Gambar 2.7 Retak Refleksi
2.3.8        Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal and Transverse Cracking)
Retak memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi searah dengan sumbu jalan, sedangkan retak melintang (transverse cracking) merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan juga dapat disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau pengerasan aspal.


Tabel 2.4 Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
L
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in (10 mm) atau
2. Retak terisi sembarangan lebar (pengisi kondisi bagus)
M
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1.      Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 – 76 mm)
2.      Retak tak terisi, sembarangan lebar sampai 3 in (76mm) dikelilingi retak acak ringan.
H
Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan
kendaraan
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
2.3.9        Tambalan (Patching)
Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan permanen, sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan perkerasan saja. Penambalan cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole, patching, corrugation, shoving, depression, slippage cracking, dan rutting.
Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Tambalan
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
L
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
M
Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak terganggu.
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)

2.3.10    Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk kubikal. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbum.
Gambar 2.8 Pengausan
2.3.11    Lubang (potholes)
Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Lubang dapat terjadi karena :
1.      Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
-          Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
-          Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
-          Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.
2.      Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat     pengaruh cuaca.
3.      Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada lapis permukaan.
4.      Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan pada tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.6 Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Kedalaman (inchi)
Diameter (inchi)
4 - 8
> 8 – 18
> 18 - 30
0,5 - 1
L
L
M
> 1 - 2
L
M
H
> 2
M
M
H
Sumber : Departement Of Defense, (2004), Pavement Maintenance Management, UFC 3-270-08, Unified Facilities Criteria (UFC), USA
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara :
a)      Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan perataan.
b)      Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan penambalan lubang.
Gambar 2.9 Lubang
2.3.12 Alur (Ruts)
Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan perataan untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan perbaikan penambalan lubang.





Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan alur
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
L
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in
(6 – 13 mm)
M
Kedalaman alur rata-rata ½ – 1 in
(13 – 25,5 mm)
H
Kedalaman alur rata-rata 1 in
(25,4 mm)
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)

Gambar 2.10 Alur
2.3.13    Sungkur (Shoving)
Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara perbaikan perataan dan perbaikan penambalan lubang.

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Sungkur
Tingkat Kerusakan
Identifikasi Kerusakan
L
Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
M
Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan
H
Sungkur menyebabkan besar gangguan kenyamanan kendaraan
Sumber : Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)

Gambar 2.11 Sungkur
2.3.14    Retak slip (slippage cracks)
Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya take coat sebagai bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
Gambar 2.12 Retak Slip
2.3.15  Pelepasan Butir (Raveling)
Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
Gambar 2.13 Pelepasan Butiran