BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Perkerasan Jalan
Perkerasan
jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau
lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan bagi
jalur lalu lintas dan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat utama sebagai
berikut :
1. Syarat
berlalu lintas seperti permukaan jalan tidak bergelombang, tidak melendut,
tidak berlubang, cukup kaku, dan tidak mengkilap. Selain itu jalan harus dapat
menahan gaya gesekan atau keausan terhadap roda-roda kendaraan.
2. Syarat
kekuatan/struktural yang secara keseluruhan perkerasan jalan harus cukup kuat
untuk memikul dan menyebarkan beban lalu lintas yang melintas diatasnya. Selain
itu harus kedap air, permukaan mudah mengalirkan air serta mempunyai ketebalan
cukup.
2.1.1
Perkerasan
Menurut Sifat Bahan Perekat
Perkerasan pada umumnya
terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, dimana lapisan paling atas harus
lebih baik dan kuat. Menurut sifat bahan perekat yang dipakai perkerasan dapat
dibedakan atas :
1. Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Konstruksi
perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar. Aspal itu
sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang
berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan sampai suatu
temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus
partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika temperatur mulai turun,
aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sifat
aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga
daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat
diatasi/dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah
yang baik dalam proses pelaksanaan.
Konstruksi perkerasan
lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang
telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu
lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang
diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan
permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
2. Perkerasan
Kaku ( Rigid Pavement )
Yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (Portland cement) sebagai
bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah dan beban lalu lintas sebagian
besar dipikul oleh pelat beton.
2.1.2
Susunan
Perkerasan Jalan
Susunan perkerasan
jalan yang digunakan pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan diatas tanah
dasar (sub grade) seperti pada gambar
dibawah ini
Gambar 2.1. Susunan
perkerasan lentur
Keterangan :
A = Lapisan Permukaan (surface)
B1
= Lapis Pondasi Atas (Base Course)
B2
= Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
C = Tanah
Dasar (Sub Grade)
1.
Lapisan
Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan yang terletak
pada bagian paling atas dari struktur perkerasan lentur. Lapisan permukaan
terdiri dari dua lapisan yakni :
a. Lapisan
teratas disebut lapisan penutup (Wearing
course)
b. Lapisan
kedua disebut lapisan pengikat (Blinder Course)
Perbedaan antara lapisan penutup dan lapisan pengikat
hanyalah terletak pada komposisi campuran aspalnya, dimana mutu campuran pada
lapisan penutup lebih baik daripada lapisan pengikat. Lapisan aspal merupakan
lapisan yang tipis tetapi kuat dan bersifat kedap air.
Adapun fungsi dari lapisan permukaan tersebut adalah :
1.
Sebagai bagian dari perkerasan yang
menahan gaya lintang dari beban-beban roda kendaraan yang melintas diatasnya.
2.
Sebagai lapisan kedap air untuk
melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.
3.
Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
4.
Sebagai lapisan yang menyebarkan beban
kebagian bawah (struktural), sehingga dapat dipikul oleh lapisan yang mempunyai
daya dukung lebih jelek.
Bahan
untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan
persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan
dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban
roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan,
umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya
dari biaya yang dikeluarkan.
2.
Lapisan
Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas
adalah bagian dari perkerasan terletak antara lapisan permukaan dan lapisan
pondasi bawah.
Adapun fungsi dari
lapisan pondasi atas adalah :
a.
Sebagai bagian
perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke
lapisan dibawahnya.
b.
Sebagai lapisan
peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c.
Sebagai
bantalan terhadap lapisan permukaan.
3.
Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang
terletak antara lapisanpondasi atas dan lapisan tanah dasar (sub grade).
Adapun fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah :
a. Sebagai
bagian dari perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
b. Untuk
mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan
diatasnya dapat dikurangi ketebalannya, untuk menghemat biaya.
c. Sebagai
lapisan peresapan, agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi.
d. Sebagailapisan
pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Hal ini berhubungan dengan kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya
daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar.
e. Sebagai
lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan
pondasi atas.
4. Lapisan
Tanah Dasar (Sub Grade)
Lapisan tanah dasar
adalah merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang merupakan
dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan jalan.
Kekuatan dan keawetan
dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat dan daya dukung
tanah dasar. Umumnya persoalan tentang tanah dasar adalah :
1.
Perubahan
bentuk tetap (deformasi) permanen dari macam tanah tertentu akibat beban lalu
lintas.
2.
Sifat
mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air yang
terkandung didalamnya.
3.
Daya dukung
tanah dasar yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan
macam tanah yang berbeda sifat dan kedudukannya atau akibat pelaksanaannya.
4.
Perbedaan
penurunan akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak dibawah tanah dasar
akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tetap.
Kriteria
tanah dasar (sub grade) yang perlu
dipenuhi adalah :
a)
Kepadatan lapangan tidak boleh kurang
dari 95% kepadatan kering maksimum dan 100%
kepadatan kering maksimum untuk 30 cm langsung dibawah lapis perkerasan.
b)
Air Voids setelah pemadatan tidak boleh
lebih dari 10% untuk timbunan tanah dasar dan tidak boleh lebih dari 5% untuk
lapisan 60cm paling atas.
c)
Pemadatan dilakukan bila kadar air tanah
berada dalam rentang kurang 3% sampai lebih dari 1% dari kadar air optimum
(AASHTO T99).
2.1.3
Jenis-Jenis
Bahan pada Konstruksi Perkerasan
Karena sifat penyebaran gaya, maka beban yang diterima
oleh setiap lapisan berbeda-beda. Semakin kebawah semakin berkurang besarnya,
sehingga jenis bahan pada setiap lapisan berbeda-beda pula.
Jenis bahan pada setiap lapisan perkerasan berbeda-beda,
seperti berikut :
1. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya sama dengan
bahan untuk lapisan pondasi, hanya susunan butirnya (gradasinya) harus lebih
baik serta penambahan bahan pengikat (aspal) agar lapisan dapat bersifat kedap
air.
Jenis-jenis bahan pada
konstruksi perkerasan untuk lapisan permukaan adalah :
a.
Lapisan bersifat nonstruktural,
berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :
1)
Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis),
merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan
satu lapisan agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2cm.
2)
Burda (Laburan Aspal Dua Lapis),
merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang
dikerjakan dua kali secara berturutan dengan tebal padat maksimum 3,5cm.
3)
Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir),
merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal
padat 1 – 2 cm.
4)
Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan
penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir
maksimum 3/8 inchi.
5)
Latasbum (Lapisan Tipis Asbuton Murni),
merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak
dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat
maksimum 1cm.
6)
Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton),
dikenal dengan Hot Roll Sheet (HRS),
merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antar agregat bergradasi
timpang, mineral pengisi (filler) dan
aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3cm.
b.
Lapisan bersifat struktural, berfungsi
sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda kendaraan antara lain :
1) Penetrasi
macadam (Lapen), merupakan lapisan perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas
lapen ini biasanya diberi tabusan aspal dengan agregat penutup.tebal lapisan
satu lapis dapat bervariasi dari 4 - 10 cm.
2) Lasbutag,
merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara
agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,dihampar dan dipadatkan secara
dingin.tebal padat tiap lapisnya antara 2 - 3 cm.
3) Laston
(Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus,
dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.
2.
Lapisan
Pondasi Atas (Base Course)
Bahan untuk lapisan
pondasi tidak mengharuskan memakai bahan pengikat (aspal) seperti pada lapisan
permukaan.
Jenis-jenis
bahan pada konstruksi perkerasan untuk lapisan pondasi atas adalah :
a.
Agregat bergradasi baik dapat dibagi
atas :
1)
Batu pecah kelas A
2)
Batu pecah kelas B
3)
Batu pecah kelas C
Batu pecah kelas A mempunyai gradasi
yang lebih kasar dari batu pecah kelas B, batu pecah kelas B lebih kasar dari
batu pecah kelas C.
b.
Pondasi macadam/batu pecah/Sirtu
c.
Pondasi Telford
d.
Penetrasi macadam (Lapen)
e.
Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treated Base)
f.
Stabilisasi yang terdiri dari :
1)
Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
2)
Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
3)
Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)
3.
Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Bahan
untuk lapisan pondasi bawah umumnya hampir sama dengan bahan untuk lapisan
pondasi atas.
Jenis-jenis bahan pada konstruksi perkerasan untuk
lapisan bawah adalah :
a.
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas
:
1)
Sirtu / pitrun kelas A
2)
Sirtu / pitrun kelas B
3)
Sirtu / pitrun kelas C
b.
Stabilisasi yang terdiri dari :
1)
Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
2)
Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
3)
Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization)
4)
Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)
Pemilihan bahan untuk setiap lapisan perkerasan terutama
untuk lapisan permukaan, akan memberikan pengaruh terhadap kegunaan umur
rencana perkerasan jalan tersebut, faktor lalu lintas serta pertahapan lapisan
konstruksi.
Dengan demikian akan tercapai manfaat yang
sebesar-besarnya dan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan apa yang direncanakan.
2.2 Metode PCI
Penilaian kondisi
kerusakan perkerasan yang dikembangkanoleh U.S. Army Corp of Engineer (Shahin
et al., 1976-1984), dinyatakan dalam Indeks
Kondisi Perkerasan (Pavement Condition Index, PCI). Penggunaan PCI untuk perkerasan bandara,
jalan, dan tempat parkir telah dipakai secara luas di Amerika.
Departemen-departemen yang menggunakan prosedur PCI ini misalnya : FAA (Federal
Aviation Administration, 1982), Departemen Pertahanan Amerika (U.S.
Air Force, 1981; U.S. Army, 1982), Asosiasi Pekerjaan Umum Amerika (American
Public Work Association, 1984) dan lain-lain.
Metode PCI memberikan
informasi kondisi perkerasan hanya pada saat survey dilakukan, tapi tidak dapat
memberikan gambaran prediksi dimasa datang. Namun demikian, dengan melakukan
survey kondisi secara periodik, informasi kondisi perkerasan dapat berguna untuk
prediksi kinerja dimasa datang, selain juga dapat digunakan sebagai masukan
pengukuran yang lebih detail.
2.2.1
Indeks
Kondisi Permukaan atau PCI (Pavement Condition Index)
PCI adalah
tingkatan dari kondisi permukaan perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari
fungsi daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan dipermukaan perkerasan
yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik yang nilainya berkisar di antara
0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam kondisi sangat rusak dan
nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI ini didasarkan pada hasil
survey kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat kerusakan, dan ukurannya
diidentifikasikan saat survey kondisi tersebut. PCI dikembangkan untuk
memberikan indeks dari integritas struktur perkerasan dan kondisi operasional
permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey
kondisi PCI, memberikan informasi sebab-sebab kerusakan, dan apakah kerusakan
terkait dengan beban atau iklim.
Dalam metode PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan
merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yaitu :
a. Tipe
kerusakan
b. Tingkat
keparahan kerusakan
c. Jumlah
atau kerapatan kerusakan.
2.2.2
Istilah-istilah
dalam Hitungan PCI
Dalam hitungan PCI, maka terdapat istilah-istilah
sebagai berikut ini.
a.
Nilai
Pengurang (Deduct Value, DV)
Nilai
Pengurang (Deduct Value) adalah suatu
nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan
kerapatan (density) dan tingkat
keparahan (severity level) kerusakan.
Karena banyaknya kemungkinan kondisi perkerasan, untuk menghasilkan satu indeks
yang memperhitungkan ketiga faktor tersebut umumnya menjadi masalah. Untuk
mengatasi hal ini, nilai pengurang dipakai sebagai tipe faktor pemberat yang
mengindikasikan derajat pengaruh kombinasi tiap-tiap tipe kerusakan, tingkat
keparahan kerusakan, dan kerapatannya. Didasarkan pada kelapukan perkerasan,
masukan dari pengalaman, hasil uji lapangan dan evaluasi prosedur, serta
deskripsi akurat dari tipe-tipe kerusakan, maka tingkat keparahan kerusakan dan
nilai pengurang diperoleh, sehingga suatu indeks kerusakan gabungan, PCI dapat
ditentukan.
Untuk
menentukan PCI dari bagian perkerasan tertentu, maka bagian tersebut
dibagi-bagi kedalam unit-unit inspeksi yang disebut unit sampel.
b.
Kerapatan
(Density)
Kerapatan
adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan terhadap
luas atau panjang total bagian jalan yang diukur, bias dalam sq.ft atau
, atau dalam feet atau meter. Dengan demikian, kerapatan kerusakan dapat
dinyatakan oleh persamaan :
Kerapatan
(density) (%) =
x
100
atau
Kerapatan
(density) (%) =
x
100
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
Dengan :
Ad
= luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat
keparahan kerusakan (sq.ft atau
)
As = luas
total unit sampel (sq.ft atau
)
Ld = panjang
total jenis kerusakan untuk tiap tingkat keparahan kerusakan
c.
Nilai
pengurang total (Total Deduct Value, TDV)
Nilai pengurang total atau TDV adalah jumlah total dari
nilai pengurang (Deduct Value) pada
masing-masing unit sampel.
d.
Nilai
pengurang terkoreksi (Corrected Deduct
Value, CDV)
Nilai pengurang terkoreksi atau CDV diperoleh dari kurva hubungan
antara nilai pengurang total (TDV) dan nilai pengurang (DV) dengan memilih
kurva yang sesuai. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai
pengurang tertinggi (Highest Deduct Value,
HDV), maka CDV yang digunakan adalah nilai pengurang individual yang tertinggi.
e.
Nilai
PCI
Setelah CDV diperoleh, maka PCI untuk setiap unit sampel
dihitung dengan menggunakan persamaan :
PCIs = 100 – CDV
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
dengan :
PCIs = PCI untuk setiap unit segmen atau unit
penelitian
CDV = CDV dari setiap unit sampel.
Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan pada ruas jalan
tertentu adalah :
PCIf =
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
dengan,
PCIf = nilai PCI rata-rata dari seluruh area
penelitian.
PCIs = nilai PCI untuk setiap unit sampel
N = jumlah unit sampel
f.
Unit
Sampel
Unit sampel
adalah bagian atau seksi dari suatu perkerasan yang didefenisikan hanya untuk
keperluan pemeriksaan. Berikut ini akan disampaikan cara pembagian dan
penentuan unit-unit sampel yang disurvey.
1. Cara pembagian unit sampel
Untuk
jalan dengan perkerasan aspal (termasuk aspal diatas perkerasan beton) dan
jalan tanpa perkerasan, unit sampel didefenisikan sebagai luasan sekitar 762 ±
305
(2500 ± 1000 sq.ft)
(Shahin, 1994). Ukuran unit sampel sebaiknya mendekati
nilai rata-rata yang direkomendasikan agar hasilnya akurat.
2. Penentuan unit sampel yang disurvey
Menurut Shahin (1994), inspeksi dari setiap unit sampel
dalam suatu bagian perkerasan membutuhkan suatu usaha ekstra, khususnya jika
bagiannya besar. Derajat pengambilan contoh yang dibutuhkan bergantung pada
tingkat penggunaan hasil survey apakah survey dilakukan pada tingkat jaringan
jalan (Network-level) ataukah tingkat
proyek (project-level).
Jika tujuannya adalah untuk membuat keputusan tingkat
proyek, seperti perencanaan biaya proyek, maka suatu survey dengan jumlah unit
sampel terbatas sudah cukup. Tapi, jika tujuannya adalah untuk mengevaluasi
bagian perkerasan spesifik pada tingkat proyek, maka derajat penelitian sampel
yang lebih tinggi dibutuhkan pada bagian ini.
Pengelolaan pada tingkat proyek membutuhkan data akurat
untuk persiapan proyek perencanaan dan kontrak. Karena itu, dibandingkan dengan
pengelolaan tingkat jaringan, unit sampel yang dibutuhkan dalam tingkat proyek
lebih banyak.
g.
Klasifikasi
Kualitas Perkerasan
Dari nilai (PCI) untuk masing-masing unit penelitian
dapat diketahui kualitas lapis perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi
tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good),
baik (good), sedang (fair), buruk (poor), sangat buruk (very
poor), dan gagal (failed). Adapun
besaran Nilai PCI adalah :
Tabel 2.1 Besaran Nilai PCI
Nilai PCI
|
Kondisi Jalan
|
85 – 100
|
SEMPURNA (excellent)
|
70 – 84
|
SANGAT BAIK (very good)
|
55 – 69
|
BAIK (good)
|
40 – 54
|
SEDANG (fair)
|
25 – 39
|
BURUK (poor)
|
10 – 24
|
SANGAT BURUK (very poor)
|
0 – 10
|
GAGAL (failed)
|
Sumber : Pemeliharaan Jalan Raya (Hary Christady Hardiyatmo)
2.3
Jenis
Kerusakan pada Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode Pavement Condition Index
(PCI)
Lapisan
perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur
rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi kerusakan
fungsional dan struktural.
Kerusakan
fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai dengan
adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan
fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat kekasaran
permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah dasar
yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi
lingkungan sekitar.
Menurut
Metode
Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat kerusakan perkerasan
lentur jalan raya dibedakan menjadi :
2.3.1
Retak
Kulit Buaya (Aligator Cracks)
Retak
yang saling merangkai membentuk kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi perkerasan yang tidak kuat dalam
mendukung beban lalu lintas yang berulang-ulang. Pada mulanya terjadi
retak-retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang menyebabkan retak-retak
halus terhubung membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang memiliki sisi
tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa terjadi hanya di
daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya disertai alur,
sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan
dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan
menghitung luasan retak.
Tingkat kerusakan alligator cracking (retak kulit
buaya) dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan
serangkaian retak halus yang saling terhubung tanpa ada retakan yang pecah,
kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan serangkaian retak yang
terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola retak sudah cukup kelihatan
jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah, dan kerusakan berat (high)
yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit buaya yang keseluruhan
retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur
bahkan lubang pada jalan.
1.
Bentuk dan sifatnya :
a) Lebar
celah lebih besar atau sama dengan 3 mm saling berangkai.
b) Membentuk
serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
c) Penyebaran
setempat atau luas.
d) Bila
dibiarkan akan berkembang menjadi lubang akibat pelepasan butiran.
e) Meresapkan
air.
2.
Faktor penyebab kerusakan :
Terjadinya kerusakan dimungkinkan oleh pemakaian bahan
perkerasan yang kurang baik, karena perubahan lapisan permukaan atau karena
lapis pondasi kurang padat saat pelaksanaan sehingga mengakibatkan air tanah
mudah merembes melalui celah/rongga lapisan yang selanjutnya merembes ke tanah
dasar.
Apabila air tanah terkendali, maka pengaruhnya terhadap
tanah dasar akan terjadi swelling (pencairan
tanah keras yang mulanya masih utuh), sehingga lapisan tidak memiliki kekuatan
untuk menahan tekanan beban yang diterima. Akibatnya terjadilah penurunan badan
jalan, selanjutnya badan jalan akan mengalami retak-retak halus, maka
lama-kelamaan akan berkembang menjadi retak-retak yang menyerupai kulit buaya.
Selain itu pula disebabkan oleh drainase yang tidak baik/tidak ada sehingga air
yang meluap masuk kebahu jalan akan masuk kebadan jalan menyebabkan konstruksi
jalan mengalami penurunan kualitas sehingga mempercepat terjadinya kerusakan
badan jalan. Untuk lebih jelasnya kerusakan dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar
2.2. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracks)
2.3.2
Kegemukan (Bleeding)
Kegemukan
(bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang menjadi lebih
hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket. Ini
disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah dengan
menghitung luasan kegemukan yang terjadi.
Tingkat kerusakan dibagi menjadi
kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan permukaan jalan yang hitam,
aspal tidak menempel pada roda kendaraan, kerusakan sedang (medium) yang
ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal menempel pada kendaraan selama
beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat (high) yang di tandai
dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda kendaraan akibat
aspal yang menempel pada roda kendaraan.
Gambar 2.3. Kegemukan
2.3.3
Retak Blok (Block Cracking)
Hampir
sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak berbentuk persegi
dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari retak kulit
buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami
arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang
dilalui arus lalu lintas.
2.3.4
Keriting (Corrugation)
Keriting (corrugation), alur yang terjadi
melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang berkeriting ini
pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab kerusakan
ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu
tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat
berbentuk butiran dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan
mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas
dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal
cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode
perbaikan perataan dan juga perbaikan penambalan lubang jika keriting juga
disertai dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Untuk menentukan tingkat kerusakan keriting perhatikan
tabel berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Keriting
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Keriting mengakibatkan
sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.
|
M
|
Keriting mengakibatkan agak
banyak mengganggu kenyamanan berkendara
|
H
|
Keriting mengakibatkan
banyak gangguan kenyamanan kendaraan.
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.4 Keriting
2.3.5
Amblas (Depression)
Amblas
(depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu permukaan
lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di sekitarnya,
sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau lengkungan.
Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak sesuai
dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan kedalaman
amblas yang terjadi. Lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in (6 –
13 mm)
|
M
|
Kedalaman alur rata-rata 1 – 2 in (25 –
51 mm)
|
H
|
Kedalaman amblas >2 in (51 mm)
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.5 Amblas
2.3.6
Retak
Pinggir (Edge Cracks)
Retak
pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang
yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak
baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan
tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman
yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak
lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal
cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar dan
dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat
diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan
bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.
Gambar
2.6 Retak Pinggir (Edge Cracks)
2.3.7
Retak
Refleksi (Reflection Cracks)
Retak
refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau
membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang
menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak
pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.
Retak refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal/horizontal
dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang
ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat
dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk
retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali
dengan bahan yang sesuai.
Gambar 2.7 Retak
Refleksi
2.3.8
Retak
Memanjang/Melintang (Longitudinal and Transverse Cracking)
Retak
memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi searah
dengan sumbu jalan, sedangkan retak melintang (transverse cracking)
merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh
kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan
juga dapat disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau
pengerasan aspal.
Tabel 2.4 Tingkat kerusakan
retak memanjang/melintang
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Satu dari
kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak
terisi, lebar < 3/8 in (10 mm) atau
2. Retak
terisi sembarangan lebar (pengisi kondisi bagus)
|
M
|
Satu dari
kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak
tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 – 76 mm)
2. Retak
tak terisi, sembarangan lebar sampai 3 in (76mm) dikelilingi retak acak
ringan.
|
H
|
Pengembangan
menyebabkan cukup gangguan kenyamanan
kendaraan
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
2.3.9
Tambalan
(Patching)
Penambalan diseluruh kedalaman cocok untuk perbaikan
permanen, sedangkan perbaikan sementara cukup ditambal dikulit permukaan
perkerasan saja. Penambalan cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator
cracking, pothole, patching, corrugation, shoving, depression, slippage
cracking, dan rutting.
Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Tambalan
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan
dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.
|
M
|
Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak terganggu.
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
2.3.10
Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan
kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak
tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat
dan licin, tidak berbentuk kubikal. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan
latasir, buras, atau latasbum.
Gambar 2.8 Pengausan
2.3.11
Lubang (potholes)
Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran
bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan
air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Lubang dapat terjadi karena :
1.
Campuran material
lapis permukaan jelek, seperti :
-
Kadar aspal
rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.
-
Agregat kotor
sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.
-
Temperatur
campuran tidak memenuhi persyaratan.
2.
Lapis permukaan
tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca.
3.
Sistem drainase
jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada lapis permukaan.
4.
Retak-retak yang
terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan mengakibatkan
terjadinya lubang-lubang kecil.
Berdasarkan tingkat kerusakannya,
lubang dapat di bagi menjadi kerusakan rendah (low), sedang (medium),
dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan pada tabel 2.2 dibawah
ini.
Tabel 2.6 Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)
Kedalaman (inchi)
|
Diameter (inchi)
|
||
4 - 8
|
> 8 – 18
|
> 18 - 30
|
|
0,5 - 1
|
L
|
L
|
M
|
> 1 - 2
|
L
|
M
|
H
|
> 2
|
M
|
M
|
H
|
Sumber : Departement
Of Defense, (2004), Pavement Maintenance Management, UFC 3-270-08,
Unified Facilities Criteria (UFC), USA
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara :
a)
Untuk lubang yang
dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan perataan.
b)
Untuk lubang yang
> 20 mm, lakukan metode perbaikan penambalan lubang.
Gambar 2.9 Lubang
2.3.12
Alur (Ruts)
Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda
sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan
yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya
dapat timbul retak- retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan
yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi
beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah
dapat pula menimbulkan deformasi plastis.
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode
perbaikan perataan untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup
parah dilakukan perbaikan penambalan lubang.
Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan alur
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in
(6 – 13 mm)
|
M
|
Kedalaman alur rata-rata ½ – 1 in
(13 – 25,5 mm)
|
H
|
Kedalaman alur rata-rata 1 in
(25,4 mm)
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.10 Alur
2.3.13
Sungkur (Shoving)
Sungkur (shoving), deformasi plastis yang
terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan
tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan
sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara perbaikan
perataan dan perbaikan penambalan lubang.
Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Sungkur
Tingkat Kerusakan
|
Identifikasi Kerusakan
|
L
|
Sungkur menyebabkan sedikit gangguan
kenyamanan kendaraan
|
M
|
Sungkur menyebabkan cukup gangguan
kenyamanan kendaraan
|
H
|
Sungkur menyebabkan besar gangguan
kenyamanan kendaraan
|
Sumber : Evaluasi
Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur di Beberapa Ruas Jalan Kota Kendari (Susanti Djalante)
Gambar 2.11 Sungkur
2.3.14
Retak
slip (slippage cracks)
Retak
slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan
sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis
permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau benda non
adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya take coat sebagai
bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat
terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya
pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian
yang rusak dengan dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.
Gambar 2.12 Retak Slip
2.3.15
Pelepasan Butir
(Raveling)
Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi
secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan
lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang
mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan
dikeringkan.
Gambar 2.13 Pelepasan Butiran